Sulit ya untuk tidak mengeluh? Padahal kalau dikaji ulang, berbagai hal yang terjadi justru patut disyukuri. Betapa tidak, bisa makan tiga kali sehari dan berpakaian alias tidak telanjang dan tidur di kamar dengan kasur empuk dan selimut hangat merupakan hal yang sangat-sangat patut disyukuri.
Salah ya kalau saya bicara begini? Atau cenderung egois karena berada dalam posisi yang mungkin tak sulit? Semua jadi relatif sih. Mungkin sebagai pembelaan diri saya, keberadaan ini justru makin menyadarkan saya bahwa prinsip komplementer atau bisa saling melengkapi antar manusia memang nyata dan dibutuhkan.
Bagi pihak yang sedang berada pada posisi “tidak sulit” alias mutlak tanpa masalah, semakin banyak bersyukurlah, dan tekankan dalam hati bahwa kondisi ini membuat kita sadar dengan pernyataan : Kenapa harus mengeluh? (clap clap……^.^)
Tapi tunggu dulu, roda selalu berputar, tidak selamanya perasaan ini hinggap di pohon kehidupan kita. Jadiiiiiii, segala jalan yang kita alami, tetap bersyukurlah.
Masih sulit untuk tidak mengeluh? Karena setiap saat yang kita kehendaki ialah perbaikan, peningkatan, kemajuan. Jadi begitu menemui jalan sedikit berbatu atau bergelombang, langsung deh mulai kecewa dan mengeluh. Semua jadi pilihan kok.
Kejadian yang saya alami satu tahun ke belakang ini juga cenderung membuat saya terkadang mengeluh. Tapi, kalau sekarang dipikir lagi, buat apa?? Toh semua sudah kejadian, toh sekarang kondisinya sudah lebih baik, ngeluh atau nyesel sih? Huaaaa,,,mau nangis lagi rasanya. *sigh*
Bersyukur, bersyukur....bersyukur buat pengalaman itu. Thanks anyway!! (ditujukan bagi yang merasa ^.^)
Saya sepakat dengan pernyataan : Realitas yang kita jalani amat bergantung dengan kacamata dan kacahati yang kita kenakan. Kacamata-kacahati? Kembali lagi masalah persepsi. Tapi bener lho, setiap kita mengenakan kacamata dan kacahati yang berbeda, mungkin sama tapi pasti berbeda. Nah, pendapat saya juga berdasarkan kacamata dan kacahati saya, hehehe,,jadii saya tidak maksa kalau anda tidak setuju.